Wednesday 9 June 2010

Analisis Blow Out Lumpur Panas Sidoarjo Sebagai Suatu indikasi Yang Merusak Citra Keadilan

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Soisologi Hukum Yang Diampu Mulyanto S.H.,M.Hum.
1 juni 2010
oleh :

Miqdad Azizta Pugara (E0009219)

Pendahuluan

Menarik ketika membahas mengenai bencana yang hingga saat ini masih belum tertangani secara optimal oleh Pemerintah, yakni bencana yang terjadi di Desa Renokenongo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Tepatnya pukul 22.00 WIB pada hari Senin, 29 Mei 2006. semburan Lumpur panas pun menyembur dari perut bumi, yang dalam hal ini PT Lapindo Brantas Inc (Lapindo), anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk sebagai pengelola pengeboran minyak bumi Sumur Banjar Panji-1 yang menjadi titik mula semburan tersebut terjadi. (Ali Azhar Akbar, 2007 : 75)
Berbagai tanggapan mengenai kejadian luapan Lumpur panas tersebut, ada pihak-pihak terkait yang menyatakan kejadian tersebut merupakan akibat dari terjadinya gempa berkekuatan 5,9 Skala Richter (SR) di Yogyakarta sehingga gempa tersebut berdampak pada semburan Lumpur panas di Porong, Sidoarjo. Disisi lain ada yang beranggapan bahwa hal tersebut hanya suatu alasan untuk menutupi kesalahan yang dilakukan oleh pihak terkait yakni PT Lapindo Brantas Inc (Lapindo), yang memang petinggi pihak tersebut memiliki pengaruh di Negara Republik Indonesia khususnya dalam dunia perekonomian.
Berdasarkan paparan permasalahan diatas, penulis mempunyai keinginan untuk menganalisis permasalahan yang telah terjadi sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mengawali pengamatan terhadap kasus bencana semburan lumpur panas Lapindo, semisal mengapa pertanggungjawaban terhadap bencana tersebut belum juga tertangani dengan pihak-pihak yang berkaitan? Adakah indikasi kejahatan kemanusiaan yang berpengaruh terhadap Keadilan? beragam pertanyaan kritis inilah yang akan menuntun penulis dalam menganalisis permasalahan Blow Out ( aliran minyak, gas dan lumpur yang tidak bisa dikendalikan didalam pipa pemboran atau lubang sumur dan menimbulkan ledakan atau nyala api di permukaan) Lumpur Panas Sidoarjo yang berindikasi merusak citra keadilan.

Blow Out Lumpur Panas Sidoarjo Suatu indikasi Yang Merusak Citra Keadilan
Mengenai kasus Blow Out Lumpur Panas Sidoarjo, walaupun banyak anggapan yang berbeda-beda dalam menanggapi permasalahan tersebut tidaklah patut jika dikaitkan dengan pihak-pihak yang dirugikan dengan adanya bencana tersebut, khususnya masyarakat yang ada di lokasi terjadinya semburan lumpur panas yang telah menjadi korban semburan Lumpur panas di Sidoarjo. Pemerintah beserta pihak-pihak yang terkait dalam bencana semburan Lumpur panas sidoarjo yang dalam hal ini PT Lapindo Brantas Inc dengan upaya-upaya yang dilakukan demi tercapainya penanganan masalah yang telah merugikan banyak orang yang notabene rakyat yang tak berdaya menghadapi bencana tersebut hingga kini masih belum optimal dalam penanganannya.
Jika mempermasalahkan tentang siapa yang bertanggung jawab dalam bencana ini tidakkah miris bila dikaitkan dengan keadaan masyarakat yang menjadi korban semburan lumpur panas sidoarjo. Hal ini bila dilihat dari perspektif keadilan yang sangat berkesinambungan dengan konsep Negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat serta hukum. Menelaah pandangan Satjipto Raharjo dalam buku Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia (2009:2) yang memberikan pandangan mengenai hukum progresif yang disebut sebagai “Hukum yang pro-rakyat” dan “Hukum yang pro-keadilan”, karena hukum progresif merupakan pandangan bahwa hukum tidak ada untuk hukum itu sendiri, tetapi untuk manusia, sehingga bila melihat kembali mengenai permasalahan yang timbul akibat semburan Lumpur panas Lapindo yang menimbulkan tragedi kemanusiaan hingga tidak terasa telah empat tahun melanda masyarakat korban Lumpur Lapindo yang sampai saat ini masih memperihatinkan, sangatlah penting untuk memahami arti dari suatu keadilan yang memiliki aturan dengan hati nurani. Sehingga pihak-pihak yang memang bertanggung jawab dapat lebih memperhatikan kepentingan dari masyarakat yang telah menjadi korban Blow Out lumpur panas Sidoarjo.
Berbicara mengenai prinsip keadilan dapat di telaah dalam pandangan John Rawls mengenai keadilan dalam buku Teori Keadilan Dasar-dasar Filsfat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara (1996). Menurut Rawls, keadilan adalah kejujuran (fairness). Agar hubungan sosial bisa berjalan secara berkeadilan, ia harus diatur atau berjalan sesuai dengan dua prinsip yang dirumuskan.
Pertama, kebebasan yang sama (principle of equal liberty), bahwa setiap orang mempunyai kebebasan dasar yang sama.
Kebebasan dasar ini, antara lain:
1. Kebebasan Politik;
2. Kebebasan Berfikir;
3. Kebebasan dari Tindakan Sewenang-wenang;
4. Kebebasan Personal; dan
5. Kebebasan untuk Memiliki Kekayaan.
Kedua, prinsip ketidaksamaan (the principle of difference), bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia, dalam bidang ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa, sehingga ketidaksamaan tersebut, dapat menguntungkan setiap orang, khususnya orang-orang yang secara kodrati tidak beruntung dan melekat pada kedudukan dan fungsi-fungsi yang terbuka bagi semua orang. Artinya, Rawls tidak mengharuskan bagian semua orang adalah sama, seperti kekayaan, status, pekerjaan dan lainnya, karena hal itu tidak mungkin, melainkan bagaimana ketidaksaaman tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terjadi ikatan, kerja sama dan kaitan saling menguntungkan juga membutuhkan di antara mereka.
Dalam hubungan di antara dua prinsip keadilan tersebut, menurut Rawl, prinsip pertama berlaku lebih dibanding prinsip kedua. Artinya, prinsip kebebasan dari I tidak dapat diganti oleh tujuan-tujuan untuk kepentingan social ekonomi dari prinsip II. Penegasan ini penting guna menghindari “kesalahan” dari konsep keadilan utilitarinisme. Menurut utilitarinisme, kegiatan yang adil adalah kegiatan yang paling besar menghasilkan keuntungan social ekonomi bagi sebanyak mungkin orang (the greatest happiness for the greatest number). Artinya, keadilan dipahami sebagai identik dengan tujuan memperbesar keuntungan sosial-ekonomi, sehingga ruang bagi perjuangan untuk kepentingan diri setiap orang menjadi sempit. Akibatnya, prinsip kebebasan dapat diabaikan dan kepincangan partisipasi dapat dihalalkan.
Ketika dua prinsip keadilan John Rawls di atas dicoba untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang lebih konkrit, butuh interpretasi-interpretasi. Interpretasi ini terpusat pada prinsip kedua, karena bagi Rawls, prinsip pertama sudah diandaikan sebagai syarat qath`i, tidak bisa berubah dalam seluruh interpretasinya.
Prinsip kedua, seperti dijelaskan di atas, mengandung dua rumusan, yaitu :
1. Keuntungan bagi setiap orang (everyone’s advantage)
a. Prinsip efisiensi (principle of efficiency);
b. Prinsip perbedaan (difference principle).
2. Terbuka semua (equally open)
a. Terbuka bagi bakat (equality as careers open to talents)
b. Terbuka bagi kesempatan yang fair (equality as equality of fair oportunity).
Selanjutnya, dari kemungkinan 1 (a dan b) dan kemungkinan 2 (adan b) dapat dihasilkan empat kemungkinan interpretasi, yaitu :
1. Kebebasan Alami (KA);
2. Kesamaan Bebas (KB);
3. Aristokrasi Alami (AA); dan
4. Kesamaan Demokrasi (KD)
Berdasarkan pandangan tersebut, pada kasus Blow Out lumpur panas Sidoarjo dapat direlevansikan dengan fakta yang selama ini telah ada pada penanganannya, ternyata masih menimbulkan tragedi kemanusiaan. Seperti pernyataan yang dikutip dari Citizen Journalism dalam Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lapindo (www.beritajatim.com) Jika di Porong sekitar lebih 100 ribu warga tak tentu nasibnya, sebaliknya – Abu Rizal Bakrie – sang pengusaha pemilik Lapindo justru mendapat tempat istimewa di sisi Susilo Bambang Yodhoyono dan partai-partai berkuasa. Tak hanya setia melindungi Bakrie, kini partai berkuasa berkonsolidasi dalam sebuah koalisi gabungan. Inilah potret telanjang perselingkuhan Pengurus negeri dengan pebisnis. Buah perselingkuhanan inilah faktor kuat berlarutnya penuntasan kasus Lumpur Lapindo. Serta dalam penanganan kasus Lapindo bagai hidup segan, mati tak hendak. Hal ini bisa dilihat dari :
Pertama, pembiaran terjadinya mafia hukum keluarnya SP3 oleh Kepolisian Jawa Timur untuk menghentikan penyelidikan kasus Lapindo Putusan perkara perdata Walhi dan YLBHI yang menjadi rujukan kepolisian untuk mengeluarkan SP3 tidak tepat karena perbedaan kontek antara sistem
perdata dan pidana. Dalam pidana, pemerintah wajib berperan aktif melindungi warga negara dari tindak pidana kejahatan, Faktanya sulit diterima akal sehat, penyidik negara tidak aktif, justru menghentikan upaya penyelidikannya.
Kedua, Kebijakan-kebijakan Susilo Bambang Yodhoyono, yang justru menguntungkan Bakrie. Salah satunya, penggunaan anggaran APBN menangani lumpur ini. Pada Pasal 15 A Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo disebutkan, “Biaya penanganan masalah sosial kemasyarakatan di luar Peta Area Terdampak tanggal 22 Maret 2007 dibebankan pada APBN.”
Ketiga. Penanganan ala kadarnya sehingga mengesankan luapan lumpur tak mungkin ditangani, jelas-jelas menguntungkan Bakrie. Celakanya, justru berpotensi meluaskan daya rusak luapan lumpur. Persoalan sosial kian meluas seiring dibuangnya Lumpur Lapind ke Kali Porong menuju laut. Padahal, Kali Porong sumber pengairan lebih dari 4.000 hektar tambak di Kecamatan Jabon, Sidoarjo. Buangan ini akan masuk dan merusak tambak, serta meracuni udang dan ikan di dalamnya. Kerusakan meluas terjadi beresiko mengganggu sekitar 40 sampai 50 persen produksi perikanan laut Jawa Timur, tidak bisa berjalan normal. Padahal, perikanan tambak merupakan unggulan Kabupaten Sidoarjo, kawasan dengan luasan tambak organik terbesar di Indonesia. Sekira 30 persen ekspor udang Indonesia berasal dari tambak Sidoarjo dengan nilai produksi sekira Rp 800 miliar per tahun. Dampak serupa juga akan dialami ribuan nelayan di pesisir Sidoarj, Madura, Surabaya, Pasuruan, dan Probolinggo yang terancam kehilangan sumber penghidupan.
Keempat, tak ada upaya penyelamatan warga. Seperti diramalkan, penanganan dengan pendekatan “jual beli” justru absen jaminan terhadap keselamatan warga. Lagi-lagi menguntungkan Bakrie. Korban Lapindo dijauhkan dari hak-hak dasarnya, mulai jaminan keamanan, hidup sehat hingga jaminan pendidikan. Hilangnya mata pencaharian orang tua menyebabkan banyak anak putus sekolah. Akibat luapan Lumpur Lapindo, siswa SDN Kedungbendo awalnya berjumlah 553 orang dan kini hanya tersisa 30 orang. Lebih parah lagi, dari 15 orang tenaga pendidik, kini tersisa 3 orang.
Inilah beberapa anggapan yang selama ini ada, karena memang kurangnya perhatian dari pihak-pihak yang terkait. Dengan demikian penerapan keadilan dan perubahan yang positifpun sangat diharapkan oleh pihak yang telah menjadi korban dalam Blow Out lumpur panas sidoarjo, sesuai dengan prinsip keadilan yang telah dijelaskan menurut beberapa pandangan yakni Rawls dan tentang hukum progresif yang dikatakan sebagai hukum yang pro-keadilan.sedangkan sesuatu dikatakan telah mengalami perubahan positif bila memiliki ciri-ciri (Amru Hasan, 2005 : 41-42): (1) perubahan itu memuat rencana yang sudah dipelajari dan dipertimbangkan, (2) tujuan atau sasaran perubahan sudah diketahui, begitu juga dengan sarananya, (3) perubahan mendatangkan lowongan kerja baru yang dapat membawa semua pihak menuju kemajuan, (4) perubahan mampu melenyapkan segala rintangan yang dapat menambah lemahnya suatu lembaga atau mengurangi kepositifannya, (5) perubahan itu memuat beberapa ketentuan dan pengarahan yang benar, agar tidak keluar dari kontrol yang seimbang, (6) perubahan mendatangkan keinginan dan ide-ide baru bagi lembaga, juga bagi karyawan dan mampu menambah semangat dan etos kerja, (7) menghilangkan sisi-sisi kelemahan dan cela terdahulu yang mendorong timbulnya perubahan, (8) mencari unsur dan keahlian baru untuk mewujudkan cita dan tujuan.
Jika mencermati ciri perubahan positif yang telah dipaparkan, apakah dalam hal penanganan Blow Out lumpur panas sidoarjo telah memenuhi ciri tersebut, hingga dapat dikatakan telah mengalami perubahan positif ? berdasarkan tanggapan-tanggapan dan fakta-fakta yang ada, dapat dikatakan belum memenuhi. Pemerintah beserta pihak-pihak yang terlibat seharusnya mampu menanggapi permasalahan tersebut secara bijak. Sehingga tidak membiarkan tragedi kemanusiaan terus terjadi.

Kesimpulan

Analisis kasus mengenai Blow Out lumpur panas Sidoarjo dapat dikatakan memilki indikasi yang merusak citra keadilan di Indonesia yang memiliki pandangan kedaulatan rakyat serta sebagai Negara hukum yang seharusnya hal tersebut tidak terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari fakta-fakta yang ada mengenai kasus tersebut. Baik itu mengenai proses penanganan maupun cara pemerintah menanggapinya yang menimbulkan teragedi kemanusiaan yang berlarut-larut, sehingga mencerminkan bahwa pemerintah terkesan telah membiarkan begitu saja penderitaan yang dialami masyarakat yang menjadi korban dari semburan lumpur panas sidoarjo. Hal ini lah yang menjadi perusak citra keadilan di Negara Indonesia tercinta. Ingin dibawa kemana bangsa ini bila terus saja mengesampingkan keadilan? Dengan demikian prinsip-prinsip keadilanpun sangat diharapkan seperti keadilan adalah kejujuran (fairness). Agar hubungan sosial bisa berjalan secara berkeadilan, ia harus diatur atau berjalan sesuai dengan dua prinsip yang dirumuskan. Pertama, kebebasan yang sama (principle of equal liberty), bahwa setiap orang mempunyai kebebasan dasar yang sama. Kedua, prinsip ketidaksamaan (the principle of difference), bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia, dalam bidang ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa, sehingga ketidaksamaan tersebut, dapat menguntungkan setiap orang, khususnya orang-orang yang secara kodrati tidak beruntung dan melekat pada kedudukan dan fungsi-fungsi yang terbuka bagi semua orang.
Selain itu terdapat pula suatu aturan yang didamba akan penerapannya untuk terwujudnya keadilan, yakni mengenai hukum progresif yang disebut sebagai “Hukum yang pro-rakyat” dan “Hukum yang pro-keadilan”, karena hukum progresif merupakan pandangan bahwa hukum tidak ada untuk hukum itu sendiri, tetapi untuk manusia, sehingga bila melihat kembali mengenai permasalahan yang timbul akibat semburan Lumpur panas Lapindo yang menimbulkan tragedi kemanusiaan hingga tidak terasa telah empat tahun melanda masyarakat korban Lumpur Lapindo yang sampai saat ini masih memperihatinkan, sangatlah penting untuk memahami arti dari suatu keadilan yang memiliki aturan dengan hati nurani. Sehingga pihak-pihak yang memang bertanggung jawab dapat lebih memperhatikan kepentingan dari masyarakat yang telah menjadi korban Blow Out lumpur panas Sidoarjo.

No comments:

Post a Comment